Menggandakan Konsumsi Ayam & Telur

Posted by EKO APRI SETIADI On Kamis, 31 Januari 2013 0 komentar

Peternak menyatakan kesiapannya menyasar target double consumption. Pertanyaannya, bagaimana dengan strategi pasar, sudahkah disiapkan?
Pemerintah melalui Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, bertekad mendongkrak konsumsi ayam dan telur menjadi dua kali lipat (double consumption) dalam 5 tahun mendatang. Dalam kesempatan acara Festival Ayam dan Telur 2012 yang digelar 21 Oktober lalu, Rusman mengatakan, angka konsumsi daging ayam yang sekarang sekitar 7 kg/kapita/tahun di target pada 2017 menjadi14 kg/kapita/tahun.
Begitu pula dengan konsumsi telur yang saat ini sekitar 86 butir/kapita/tahun, akan didorong menjadi sekitar 180 butir/kapita/tahun. “Untuk mewujudkan target ini, butuh strategi dan dukungan dari seluruh pelaku perunggasan, terkait langkah promosi/kampanye, penyediaan kebutuhan bibit ayam, pakan, obat-obatan, sampai pengembangan industri hilirnya,”  ungkap Rusman.
Peternak Siap, Pasar?
Wacana double consumption produk unggas ditanggapi positif peternak. Ketua Umum  Gabungan Organisasi Peternak ayam Nasional (GOPAN), Tri Hardiyanto menilai, untuk Pulau Jawa apa lagi Jabodetabek (Jakarta Bogor depok Tangerang Bekasi), tingkat konsumsi daging ayam sudah cukup tinggi. “Jakarta saja bisa sampai 20 kg/kapita/tahun,” kata Tri.
Tetapipersoalannya, tingkat konsumsi ini belum merata, terutama wilayah timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua. “Pekerjaan Rumahnya, bagaimana menggenjot konsumsi ayam di wilayah timur, sementara untuk wilayah barat seperti Sumatera relatif lebih mudah karena infrastrutur sudah cukup terbangun,” kata Tri.
Tri sebagai peternak broiler menyatakan siap menyasar target. Tetapi bagaimana kesiapan pasar, dipertanyakan Tri. Kian tajamnya fluktuasi harga ayam dan telur beberapa tahun terakhir, menurut Tri, menjadi gambaran bahwa pasokan dan permintaan belum berimbang.
Jelang akhir tahun pascaIdul Fitri lalu misalnya, harga ayam hidup terjun bebas, sebagianmenyentuh Rp 8.500 per kg. Dan ini tidak dinikmati oleh konsumen apalagi peternak. “Jelas yang untung adalah pedagang perantara,” kata Tri.Ia menilaiperlu adanya perangkat kebijakan yang mengatur tata niaga daging ayam, melibatkan pemerintah, akademisi danpelakubisnis. “Minimal informasi perkembangan harga produk unggas dapat sampai di konsumen,” kata Tri. Jika langkah ini tidak dilakukan, akan sulit mewujudkan double consumption.
Bersamaan itu juga perlu didorong strategi pemasaranayam dalam bentuk karkas beku. Selain lebih higienis,produk karkas beku bisa lebih tahan lama. Pembuatan RPA harus terus didorong untuk menampung produksi ayam, menjaga stabilitas harga dan memungkinkan pasokan ayam merata ke semua wilayah.
Sejauh ini, kata Tri, hanya sekitar 12 % produk ayam yang mengandalkan rantai dingin, sisanya masuk pasar tradisional dalam keadaan hidup. Bahkan produksi ayam secara massal oleh perusahaan integrasi tidak diikuti strategi penjualan yang mumpuni.“Pasokan ayam dari integrator yang seyogianya masuk pasar higienis, menyasar pasar becek pula. Alhasil harga ayam anjlok,” ujar Tri.Penjualan ayam hidup berujung pada labilnya harga ayam di pasar karena harus segera habis terjual, sementara daya beli dan momentum penyerapan ayam di pasar naik turun.
Pakar perunggasan dari Institut Pertanian Bogor, Arief Daryanto juga menyoroti potret pasar brolier saat ini yang masih mengandalkan bentuk hidup (live bird). Menurut dia, bila pemasaran produk ayam masih seperti saat ini, sulit target tersebut tercapai.
Arief menjelaskan, ayam hidup dalam penampungan di pasaran tidak bisa dipelihara dalam waktu lama karena akan menambah biaya operasional. Sementara daya serap pasar berfluktuasi, ini kerap berakibat pasokan broiler menumpuk. “Pedagang pun dipaksa menjual dengan harga lebih rendah sampai di bawah biaya produksi supaya ayamnya cepat laku,” kata Arief.
Menurut Arief target  double consumption produk ayam harus dimulai dengan langkah promosi atau kampanye publik agar preferensi konsumen untuk mengonsumsi ayam dalam bentuk karkas beku lebih baik. “Targetnya adalah secara bertahap menggesar pasar ayam hidup yang saat ini mendominasi (sekitar 90 %) menjadi karkas beku atau bahkan produk olahan,” ujar Arief.
Karena itu, upaya pembenahan di sektor hulu (on farm) harus diberangi dengan pengembangan hilir (off farm), termasuk rantai pemasaran sampai industri pengolahan. “Hilirisasi produk perunggasan harus mulai digarap,” ungkap Arief.
Mulai dengan Promosi
Peternak ayam petelur asalYogyakarta, Yudianto Yogiarso juga punya pandangan serupa,wacana double consumption harus dimulai dari konsumsi. Alih-alih disalahmengertikan atau sengaja disalahartikan untuk melegalkan peningkatan populasi layer maupun broiler tanpa membaca pasar. “Saya setuju dengan wacana ini dan dapat dimulai dengan program rutin kampanye makan ayam dan telur,” kata Ketua Pinsar (Pusat Informasi Pasar) Unggas Yogyakarta ini.
Ia menyarankan, perlu dilakukan survei dengan menggunakan jasa profesional, untuk dapat menentukan bentuk program promosi seperti apa yang cocok agar tepat sasaran. Seperti Departemen Pertanian Amerika Serikat yang menggunakan segala media untuk kampanye sehat mengonsumsi telur. Mulai dari leaflet/brosur, iklan, dan jejaring sosial.
Khusus untuk produk telur, lanjut Yudianto, perlu juga ditunjang dengan pembangunan sektor hilir telur dan buffer market (pasar penyangga). “Bisa jadi dengan membangun semacam Bulog bagi telur yang bisa melakukan operasi pasar saat harga kacau. Selain itu lembaga ini juga melakukan buffering dengan mengubah telur menjadi produk turunan seperti tepung telur yang sebetulnya pasarnya sudah ada,” gagasnya.
Sekretaris Jenderal Pinsar Unggas Nasional, Eddy Wahyudin ikut menyarankan, khusus untuk  target double consumption telur, langkah yang perlu dilakukan antara lain pertama, harus ada sosialisasi atau kampanye untuk meningkatkan standar gizi sehingga konsumsi telur bisa meningkat. Kampanye ini bisa macam-macam, misalnya melalui sekolah.
Ke dua, lanjutnya, distribusi harus baik sehingga tidak bertumpuk di Jawa dan kota besar lainnya. Ke tiga, perlu dikembangkan keanekaragaman pangan berbahan dasar telur. Ke empat, pemerintah harus mempermudah izin investasi.
RPA & Produk Olahan
Sejalan dengan pemikiran tersebut, Ketua Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin), Achmad Dawamimengatakan, para pengusaha peternakan ayam yang sudah berkembang harus mulai berpikir membangun RPA (Rumah Potong Ayam) yang dilengkapi coldstorage (ruang pendingin) untuk menyimpan karkas. “Saat ini jumlah RPA masih sedikit,” kata Dawami.
Isufurther processing(pengolahan lebih lanjut), lanjut dia,harus terus dirangsang. Idealnya, ayam yang diperdagangkan di lapak-lapak pasar tradisionaltidak disembelih di tempat jual tersebut sekaligus tapi disuplai dariRPA. Sehingga pasar becek atau pasar tradisional jadi bersih. “Tidak jadi masalah RPA kecil atau besar,” kata Dawami lagi. Tetapi faktanya, pemasaran ayam di pasar becek masih jamak melakukan penyembelihan di tempat.
Dawami memperkirakan sampai 2017 dibutuhkan coldstorage dengan kapasitas total 500 ribu ton. Saat ini, kata Dawami, RPA yang ada di Indonesia kapasitasnya masih kecil-kecil, dengan total kapasitas coldstorage baru sekitar26 ribu ton. Dan mayoritas berada di Pulau Jawa.
Dawami mengajak  anggota Arphuin yang sudah bergabung untuk menambah jumlah RPA-nya. “Jangan lupa, kalau membangun RPA juga menyediakan blast freezer dan coldstorage yang cukup besar, yang akanberfungsi dalam stabilisasi harga ayam,” pesannya. Menurut informasi, ungkap Dawami, Japfa sampai2014 menargetkan punya 20 lokasi RPA di seluruh Indonesia.
Coldstoragemampu menjadi buffer stock management(manajeman stok penyangga)komoditas. Saat harga ayam rendah karkas beku disimpan, menunggu harga membaik. “Buffer stock managementitu diperlukan,” kali ini Arief yang berkomentar.
Dukungan Kebijakan
Dukungan pemerintah mutlak dibutuhkan untuk membenahi persoalan perunggasan dari hulu sampai hilir agar sasaran target double consumption tercapai. Menurut Arief, Kementerian Pertanian bertanggungjawab membenahi bidang on farm, kemudian Kementerian Perdagangan membenahi pasar higienis, sementara Kementerian Perindustrian mendorong pengembangan investasi pabrik pengolahan ayam.
Terkait ini, Dawami mengusulkan, pemerintah sebaiknya membuat tim khusus untuk menyusun grand design menuju double consumption. Tim khusus ini harus dari berbagai elemen dan kementerian. Mulai dari Kementerian Perdagangan, Pertanian, Pekerjaan umum, Energi, hingga Pendidikan.“Jadi jangan hanya semangat saja untuk mencapaikonsumsi 15 kg/kap/th,” Dawami berseloroh.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Desember 2012



——————————
BLOG Layer Nusantara mempunyai harapan untuk menjadi Pintu Gerbang Informasi Bisnis Layer di Indonesia. Andapun dapat turut berbagi informasi sebagai kontributor di BLOG tersebut.
Bila Anda berkeinginan untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman bisnis perunggasan, maka di sinilah tempatnya. Kirimkan artikel Anda melalui email posongfarm@gmail.com dan akan diposting di BLOG PETERNAK LAYER NUSANTARA. Jangan lupa follow @republikENDOG  di http://www.twitter.com untuk selalu terhubung bersama mengkampanye protein hewani untuk menuju Indonesia Emas 2020

0 komentar:

Posting Komentar