PROMOSI ATAU EDUKASI?

Posted by EKO APRI SETIADI On Selasa, 19 Maret 2013 0 komentar

PROMOSI ATAU EDUKASI?

article-image
Perunggasan tahun 2013 ini diprediksi tetap prospektif, bahkan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Optimisme ini tentulah bukan tanpa alasan. Fakta tiga tahun terakhir memperlihatkan terus meningkatnya konsumsi daging ayam sebagai penyumbang terbesar konsumsi daging nasional. Jika pada tahun 2010 tingkat konsumsi per kapita daging ayam sudah mencapai 4,99 kg masih terus meningkat menjadi 7,41 kg pada 2012 yang lalu. Prediksi, atau tepatnya harapan, kalangan pengusaha perunggasan tahun 2013 tingkat konsumsi akan mencapai 8,60 kg/kapita/tahun. Bahkan lima tahun ke depan bisa mencapai 15 kg/kapita/tahun (PI Januari 2013).
Kalangan perunggasan dan pengamat ekonomi pun optimis konsumsi masih bisa ditingkatkan lagi dengan alasan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih tinggi sekitar 6 persen. Meningkatnya permintaan memang bukan hanya ditentukan oleh satu faktor saja, melainkan banyak faktor lain seperti pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, meningkatnya jumlah penduduk di perkotaan dan gaya hidup, khususnya di kalangan kelas menengah. Di samping itu perlu didukung juga promosi untuk memuluskan jalan mencapai target tersebut.
Pola pikir bergeser
Agaknya sudah ada pergeseran pola pikir kalangan perunggasan saat ini. Bila dulu mendorong konsumsi daging ayam ditempuh melalui kampanye, kini lebih menekankan pada promosi. Sepanjang catatan penulis gaungnya sudah terdengar setengah tahun lalu.  Bukan sekadar promosi tetapi dinyatakan dengan ungkapan “promosi intensif” atau “promosi besar-besaran”. Pada rubrik Opini bulan Januari majalah ini, Ir. Suryo Suryanta telah menyinggung juga di akhir tulisannya.
Apakah perubahan ini mengindikasikan gagalnya strategi kampanye gizi yang selama ini dilakukan? Ataukah justru karena implementasinya yang kurang tepat? Boleh jadi kaidah kampanye gizi tidak sesuai dengan yang seharusnya dilaksanakan. Bila demikian, kampanye gizi di masa lalu tidak pernah digarap secara serius. Lalu kini muncul gagasan untuk menerapkan strategi promosi agar konsumsi daging ayam meningkat dua kali lipat.  Kampanye gizi bukan semata-mata untuk meningkatkan konsumsi secara kuantitatif, tetapi sekaligus meningkatkan status gizi masyarakat maka strategi promosi tampaknya titik beratnya hanya pada konsumsi. Sederhananya, yang utama dagangan laku keras di pasar tanpa peduli dengan edukasi konsumen.
Promosi adalah konsep komunikasi yang diaplikasikan di dunia pemasaran yang disebut bauran pemasaran atau lebih populer dengan teori 4P-nya, yaitu product, price, promotion, dan place. Pada perkembangan berikutnya konsep ini kemudian diterapkan juga dibidang lain yang tidak melulu komersial sehingga dikenal juga istilah “pemasaran sosial”  (Rice & Atkin 1989). Oleh karena komunikasi adalah inti promosi maka perlu dipahami bahwa sifat peranan promosi dalam meningkatkan konsumsi tidak selalu berpengaruh langsung. Promosi bukan penentu utama tetapi perlu dilakukan. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh bentuk media yang digunakan, daya tarik pesan, dan frekuensi kegiatan promosi itu sendiri.
Pemilihan bentuk media bukan persoalan yang sulit. Paling tidak dari segi ketersediaannya sekarang ini adalah era teknologi komunikasi dan informasi, segala macam media ada. Dari yang konvensional seperti media cetak sampai media baru semacam media sosial sudah sangat populer. Frekuensi promosi hanya persoalan anggaran sehingga tinggal menyesuaikan saja. Justru yang paling kritikal adalah bagaimana mengemas pesan yang memiliki daya tarik kuat terhadap masyarakat sehingga lebih mudah dipengaruhi.
Sebenarnya, promosi untuk meningkatkan konsumsi daging ayam secara tidak langsung sudah lama dilakukan, terutama melalui produk olahannya.  Iklan di media massa, terutama televisi, adalah salah satu dari lima bauran promosi  yang paling banyak digunakan untuk barang konsumsi tidak tahan lama, selain penjualan secara tatap muka. Itulah sebabnya tidak perlu heran mengapa di pinggir jalan-jalan besar mudah sekali menemui pedagang ayam goreng  ala fried chicken. Bukankah para pedagang ayam goreng juga konsumen daging ayam? Hadiyanto. Dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia IPB.

Selengkapnya simak Majalah Poultry Indonesia edisi cetak Maret 2013. 

——————————
BLOG Peternak Layer Nusantara mempunyai harapan untuk menjadi Pintu Gerbang Informasi Bisnis Layer di Indonesia. Andapun dapat turut berbagi informasi sebagai kontributor di BLOG tersebut.
Bila Anda berkeinginan untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman bisnis perunggasan, maka di sinilah tempatnya. Kirimkan artikel Anda melalui email posongfarm@gmail.com dan akan diposting di BLOG PETERNAK LAYER NUSANTARA. Jangan lupa follow @republikENDOG  di http://www.twitter.com untuk selalu terhubung bersama mengkampanye protein hewani untuk menuju Indonesia Emas 2020

0 komentar:

Posting Komentar